Walaupun begitu, seksisme dan perlakuan
diskriminatif masih sering terjadi di lingkungan kerja. Jika kamu sedang
bekerja, atau sedang melamar kerja, penting bagi kamu untuk mengetahui hal-hal
ini agar kamu dapat bertindak jika mendapatkan perlakuan diskriminatif. Apa
saja contoh diskriminasi gender di tempat kerja? Apa perempuan yang bekerja
mendapatkan hak-hak anti diskriminasi yang diatur dalam undang-undang?
Untuk tahu lebih jauh, ayo baca terus artikeli ini!
Bentuk Diskriminasi
Gender dalam Tempat Kerja
Sebelum kita membahas lebih jauh, kita harus
lebih dahulu memahami arti dari diskriminasi. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, diskriminasi adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara
berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan sebagainya. Jika
merujuk pada arti ini, gender dapat menjadi salah satu faktor penyebab.
Hadirnya perempuan di tempat kerja nyatanya
disertai dengan adanya diskriminasi gender. Kejadian ini menghambat pekerja perempuan dalam menyalurkan ide, pendapat,
dan kontribusi di tempat kerja, yang berpengaruh pada perusahaan dalam jangka panjang.
Kenali bentuk diskriminasi gender di tempat
kerja sebagai berikut:
- Kesenjangan gaji
Upah kerja atau gaji memang masih menjadi
bahasan yang cukup dihindari di tempat kerja karena dianggap sebagai urusan
pribadi. Bentuk diskriminasi dalam hal kesenjangan gaji ini kemudian semakin
sulit diketahui.
Namun, berdasarkan data dari United Nation
Women (UN Women) dan International Labor Organization (ILO) terdapat
kesenjangan upah untuk pekerjaan yang setara nilainya. Pada perempuan dan
laki-laki yang menempuh jenjang pendidikan yang sama, perempuan
cenderung mendapat gaji 23% lebih kecil.
Tidak hanya itu, tercatat hanya sebanyak 25%
dari total perempuan yang ada di posisi dengan gaji tinggi seperti manajerial
dan supervisor dengan gaji yang masih juga lebih kecil dari laki-laki
di posisi yang nilainya sama.
- Pelecehan seksual di tempat
kerja
Perempuan merupakan kelompok yang paling
rentan mendapatkan pelecehan seksual. Berdasarkan Catatan Tahunan (Catahu) yang
dirilis oleh Komnas Perempuan di tahun 2021, kekerasan seksual
menempati urutan nomor 1 dalam kategori kekerasan terhadap perempuan dalam
ranah komunitas. Berdasarkan laporan yang diterima, karakteristik pelaku di
tempat kerja yakni rekan kerja dan atasan kerja.
Dilansir dari data yang sama, kekerasan
di tempat kerja tidak banyak dilaporkan secara resmi karena lingkungan kerja
yang tidak dapat memberikan ruang yang aman untuk bercerita. Selain itu,
terdapat perusahaan yang tidak memiliki regulasi penanganan pelecehan
seksualnya yang baik.
Bentuk-bentuk pelecehan seksual yang dapat
kamu identifikasi adalah:
- Menyentuh, memeluk, atau mencium tanpa persetujuan;
- Menatap atau melirik;
- Mengutarakan perkataan atau bercandaan yang bersifat
sugestif;
- Mengajak berhubungan badan atau berkencan secara terus
menerus;
- Menanyakan hal yang bersifat pribadi yang mengganggu
seperti tentang tubuh, kehidupan, dan lainnya;
- Menghina atau mengejek yang bersifat seksual;
- Melakukan tindak kriminal seperti kekerasan fisik,
memaparkan hal yang tidak senonoh, serangan seksual, menguntit, atau
berbicara cabul.
- Pemecatan karena hamil
Kehamilan perempuan sering dianggap sebagai
penghalang untuk bekerja karena kondisi fisiknya. Dalam beberapa kasus,
terdapat perempuan yang diminta untuk mengundurkan diri setelah mencapai usia
kehamilan tertentu.
Hal ini selain bersifat diskriminatif juga
melanggar UU Ketenagakerjaan yang berlaku. Jika pekerja perempuan sedang berada
dalam masa kehamilan, pekerja tersebut wajib mendapatkan cuti hamil, kecuali
jika dia mengundurkan diri.
Selain itu, pekerja perempuan juga seringkali
dipersulit saat mengajukan cuti haid. Mereka diminta untuk menyertakan surat
dokter hingga pengurangan upah jika mengajukan cuti. Beberapa juga ada yang
menguangkan cuti karena mendapatkan upah tambahan jika cuti haid mereka tidak
digunakan.
- Tidak dipromosikan karena bias
diskriminatif
Sebelumnya kita sudah mengetahui bahwa hanya
seperempat dari keseluruhan pekerja perempuan di Indonesia menempati posisi
bergaji tinggi seperti manajerial dan supervisor.
Sedikitnya jumlah ini merupakan fenomena yang
disebabkan oleh anggapan bahwa perempuan kurang bisa mengaktualisasi diri dan
membangun relasi. Selain itu juga, terdapat stereotip bahwa laki-laki lebih
unggul dari perempuan dan akan lebih baik jika perempuan mengurus urusan rumah
tangga saja.
Anggapan bahwa perempuan fokusnya akan
terpecah karena harus mengurus ranah pribadi (rumah tangga) dan pekerjaan juga
semakin menguatkan alasan perempuan lebih sedikit mendapatkan promosi dibanding
laki-laki.
Hak Perempuan di
Tempat Kerja
Setelah mengetahui berbagai macam bentuk
diskriminasi yang sering terjadi di tempat kerja, hal selanjutnya yang harus
kamu ketahui adalah hak-hak perempuan di tempat kerja. Penting untuk diingat
bahwa perempuan dilindungi oleh Undang-Undang Negara Republik Indonesia
sehingga kamu dapat merujuknya jika terjadi pelanggaran di tempat kerja.
- Hak untuk tidak didiskriminasi
Tindak diskriminatif berbasis gender dalam
bentuk apapun tidak dibenarkan dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Pasal 6
tahun 2003. Di dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa terdapat
perlindungan hukum atas tindakan diskriminasi terhadap pekerja perempuan.
Perusahaan harus memperlakukan seluruh pekerjanya dengan objektif dan tanpa
bias karena UU ini juga mengatur larangan diskriminasi dalam aspek memperoleh
pekerjaan, upah, dan jabatan antara pekerja laki-laki dan perempuan.
Artinya, harus ada kesetaraan dalam upah, benefit, dan promosi di
tempat kerja tanpa membedakan gender pekerja.
- Hak tentang jam kerja
Terdapat beberapa bidang kerja seperti manufaktur
dan layanan konsumen yang memberlakukan banyak shift di hari
kerjanya. Dalam bekerja dengan sistem shift, terdapat syarat-syarat
dan tata cara kerja malam untuk perempuan dalam Undang-Undang No. 13
tahun Pasal 47 tahun 2003.
Pekerja perempuan di bawah umur 18 tahun atau
perempuan hamil yang menurut keterangan dokter disarankan tidak kerja untuk
menjaga kesehatan dan kandungannya, tidak diperbolehkan untuk bekerja pukul
23.00-07.00. Kemudian, pihak perusahaan wajib menyediakan akomodasi
transportasi untuk pekerja perempuan yang memiliki shift kerja
dari pukul 23.00-05.00. Perusahaan juga wajib menyediakan makanan dan minuman
bergizi dan menjaga keamanan para pekerja perempuan selama waktu shift berlangsung
sebanyak minimal 1400 kalori, diberikan di waktu istirahat, dan tidak bisa
diuangkan.
- Hak untuk cuti haid
Haid merupakan siklus fisiologis alami yang
terjadi pada perempuan yang memiliki rahim dan tidak dapat dihindari. Rasa
nyeri sering muncul dalam beberapa hari pertama sehingga seringkali pekerja
perempuan memiliki kendala untuk bekerja. Pasal 81 (1) UU
Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pekerja perempuan
dalam masa haid dan merasakan sakit tidak wajib bekerja pada hari pertama dan
kedua pada waktu haid.
- Hak untuk cuti hamil dan melahirkan
Seperti haid, cuti hamil dan melahirkan juga
dilindungi peraturan yang berlaku. Pekerja perempuan masih diperbolehkan
bekerja produktif di usia kehamilan muda tetapi, setelah usia kehamilannya
sudah melewati 8 bulan, mereka berhak untuk mendapatkan cuti selama 3
bulan.
Pasal 82 (1) UU Ketenagakerjaan No.13 tahun
2003 menyatakan bahwa
pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan
sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah
melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
Kemudian, dalam Pasal 81 No. 40 UU
Cipta Kerja, perusahaan tidak boleh melakukan pemutusan hubungan kerja jika
pekerjanya hamil, melahirkan, mengalami keguguran, atau dalam masa menyusui
bayinya. Perusahaan juga dilarang untuk memaksa pekerjanya, baik perempuan
maupun laki-laki untuk mengundurkan diri dalam Pasal 81 No. 42 UU Cipta
Kerja.
- Hak perlindungan selama hamil
Selanjutnya, pekerja dalam masa kehamilan
dilarang dipekerjakan jika membahayakan kandungannya dan dirinya sendiri,
seperti aktivitas fisik yang berlebihan, bekerja di shift malam,
dan lainnya sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 76 (2) UU
Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003.
- Hak cuti keguguran
Jika pada suatu waktu pekerja perempuan
mengalami keguguran, dia juga berhak mendapatkan cuti selama 1,5 bulan atau
disesuaikan dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. Artinya, cuti
keguguran bisa diperpanjang berdasarkan anjuran dokter kandungan atau bidan
karena kondisi medis tertentu. Hal ini diatur dalam Pasal 82 (2) UU
Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003.
Saat hal ini terjadi, segera laporkan
kondisinya kepada HRD atau atasan dengan menyertakan keterangan dari dokter.
Sama seperti cuti kehamilan, pekerja yang mengajukan cuti keguguran juga berhak
untuk mendapatkan upah penuh selama dia cuti.
- Hak menyusui saat jam kerja
Pekerja perempuan yang sudah melahirkan berhak
untuk memberikan bayinya ASI walaupun masih dalam jam kerja. Pasal 83
UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 menyatakan bahwa pekerja perempuan
yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui
anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.
Hadirnya perempuan di ranah pekerjaan harus
didukung dengan dihilangkannya tindakan-tindakan diskriminatif. Untuk mencapai
hal ini, penting untuk mengenali beragam bentuk diskriminasi tersebut agar
dapat memperjuangkan hak-hak perempuan di tempat kerja sesuai dengan payung
hukum yang ada.
Sumber
: www.jobstreet.co.id
Editor : Mirza Erina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar